MASALAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DI INDONESIA
MASALAH DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN DI INDONESIA
Oleh : M. Rizal Alif, SH.MH *) /Konsultan Hukum Properti & Real Estate
A.PENDAHULUAN.
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia mempunyai potensi kebutuhan rumah yang sangat besar setiap tahunnya. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 210 juta jiwa dimana sebagias besarnya tinggal di wilayah perkotaan atau “urban” dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tiap tahunya sebesar 2 % akan menambah jumlah penduduk Indonesia sebesar 4,2 juta jiwa atau sekitar 1,0 juta KK yang mesti ditampung di rumah yang layak huni. Maka diperkirakan kebutuhan rumah setidak-tidaknya dalam 10 tahun yang akan datang akan mencapai 1,5 juta unit setiap tahunnya. Dan ini merupakan tanggung jawab Pemerintah sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004.
Salah satu misi dalam GBHN tersebut menyebutkan” perwujudan kesejahteran rakyat yang ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar yangkni pangan,sandang, papan,kesehatan,pendidikan dan lapangan kerja.
Indonesia saat ini telah memiliki pengembang-pengembang yang cukup profesional baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dimana para pengembang swasta tersebut masing-masing memiliki kebijakan di dalam partisipasinya membantu progaram pembangunan pemerintah di dalam membangun Perumahan dan pemukiman yang layak huni dan berwawasan lingkungan bagi kepentingan masyarakat serta menciptakan lapangan kerja.
Jumlah pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Real Estate Indonesia sampai dengan sebelum krisis 1997 lebih dari 2500 dan setelah terjadinya krisis moneter jumlah tersebut menurun drastis menjadi sekitar 1500 pengembang. Penurunan jumlah pengembang dengan terjadinya krisis moneter ini telah mengakibatkan terjadinya seleksi alamiah bagi pengembang-pengembang yang memang profesional.
Dalam waktu yang bersamaan, fakta adaanya “lahan-lahan tidur” yang karena sesuatu hal tidak bisa atau tidak ada yang menggarap, sebagai contoh adalah banyaknya tanah-tanah Pengembang yang pada saat ini “:dikuasai” oleh BPPN merupakan peluang besar yang dapat dimanfaatkan. Misalnya melalui Kerjasama antara Pemerintah/Pemda dengan pihak swasta/invesator asing yang “bonafid.
Dan tulisan ini mencoba menggambarkan kebijakan pada Perusahaan Pengembang dan Permasalahannya di dalam melaksanakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman yang layak huni bagi masyarakat di Indonesia di dalam rangka membantu program Pemerintan di dalam sektor Pembangunan dan Pemukiman di Indonesia.
B. KEBIJAKAN PEMERINTAH/PEMDA
I. Tap MPRS.
- Tap MPR RI No. IV/MPR 1999 tentang GBHN 1999-2004.
II..Undang-undang.
(a) Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan Dan Pemukiman Perumahan
(b) Undang –undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
(c) Undang-undang RI No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa..
(d) Undang-undang RI No.4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
(e) Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
(f) Undang-undang no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keungan Pusat dan Daerah..
(g) Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
(h) Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok Agraria.
(i) Undang-undang no. 30 tahun 1999 tentang Arbitase dan alternative dispute solution.
III..Peraturan Pemerintah.
(a) Peraturan Pemerintah RI No. 80 tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun Dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri.
(b) Peraturan Pemerintah RI No. 29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
(c) Peraturan Pemerintah RI no. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah./PPAT.
V.. Keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres).
(a) Keputusan Persiden RI No. 63 Tahun 2000 tentang Badan kebijaksaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Nasional.
(b) Keputusan Presiden RI no. 79 tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak/ Bopuncur.
VI. Keputusan Menteri.
(a) Keputusan menteri Negara Agraria/Ka.BPN No. 6 tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas tanah Untuk Rumah Tinggal.
(b) Keputusan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No. 9 tahun 1997 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS)
(c) Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah.
(d) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
(e) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Selaku Ketua Badan Kebijakasanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Nasional No. 01/KPTS/BKP4N/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas-tugas Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman.
(f) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Nasional. NO: 04/KPTS/BKP4N/1995 Tentang Ketentuan Lebih Lanjut Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 648-384 tahun 1992, No 739/KPTS/1992,No. 09/KPTS/1992 Tentang Pedoman Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang.
(g) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No: 09/KPTS/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
(h) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 tahun 1987 tentang Penyedaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan.
(i) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Selaku Ketua Badan Kebijakan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional No. 05/KPTS/BKP4N/1995 tentang tatalaksana Pendaftaran Dalam Pembinaan Badan Usaha Dan Jasa Profesional Dibidang Pembangunan Perumahan dan Pemukiman.
(j) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Selaku Ketua harian Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil No. 01/KPTS/1995 tentang Perubahan Bantuan Pemilikan Rumah bagi Pegawai negeri Sipil.
(k) Peraturan Menteri Negara Agraria.Ka.BPN No. 7 tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing.
(l) Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No.8 Tahun 1996 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No.7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing.
(m) Peraturan Menteri Agraria/Ka.BPN No. 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
(n) Peraturan Pmerintah RI no. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
VII. PERDA.
(a) Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jaya No. 41 tahun 2001 tentang Prosedure kewajiban bagi Pemegang SIPPT/.
(b) Keputusan Gubernur DKI no. 540 tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebsan Lokasi Lahan (SP3L) atas sebidang tanah untuk pembangunan fisik kota DKI Jaya.
(c) Perda DKI tentang Rencana Umum Tata Ruang daerah DKI.
(d) Perda mengenai IMB
VIII. REAL ESTATE INDONESIA
1. Surat Keputusan No. 005/K/REI/DKI-JKT/95 tentang Ketentuan Dan Prosedure Penerimaan Anggota/Her-Registrasi Anggota REI DKI Jakarta.
C. PERMASALAHAN DI DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN.
Beberapa permasalahan yang serting timbul di dalam pembangun perumahan dan pemukimana
C.1. Dalam Proses penyediaan tanah.
- .Luas tanah yang diberikan dalam SIPPT tergantung kepada kebijakan pejabat yang berwenang.
- .Belum semua Kabupaten/Kotamadya memiliki Masterplan/Renca Induk serta detail plan/rencana rinci dari wilayahnya. Sehingga tidak ada kepastian menegnai perencanaan peruntukan suatu lokasi.
C.2. Dalam pembebsan tanah.
Perselisihan antara sesama perusahaan pengembang akibat belum ada perolehan izin lokasi dan izin pembebasan tanah oleh Pemerintah, Perusahan sudah mulai membebaskan tanahnya..
-Ulah para calo/spekulan tanah/oknum lain yang mencari keuntungan
-Masalah kelengkapan surat-surat kepemilikan tanah dan keabsahannya.
-Masalah harga ganti rugi tanah yang melebihi harga NJOP.
-Masalah kantong-kantong tanah milik penduduk yang keberatan melepaskan tanah milik kepada Pengembang.
C.3. Dalam Proses Perolehan Hak Atas Tanah.
Dalam erangka permohonan hak atas tanah, dirasakan mnasih panjangnya prosedur yang harus ditempuh dan tidak ada kepastian jangka waktu penyelsaianya. Sehingga menimbulkan biaya produksi yang tinggi.
C.4. Dalam prmngurusan surat izin/SIPPT.
- Pembebasan tanah sesuai yang ditentukan dalam izin lokasi tak dapat dipenuhi.
- Batas waktu izin lokasi habis masa berlakunya tetapi tidak diminta diperpanjang kembali.
- Pembesan tanah masih terus dilakukan sedang bats waktu izin lokasi sudah habis.
- Kewajiban pengembang untuk melapor setipa 3 bulan/ sebagaiman yang ditetapkna dalam SIPPT tidak dipenuhi.
- Ketentuan dalam Izin Lokasi/ SIPPT tidak pernah dipenuhi
C. 5. Dalam Hal Pendanan Untuk Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
-Pengadaan tanah dan pembangunan/kontruksi perumahan dan pemukiman pada umumnya menggunakana dana dari Bank -bank Swasta/Pemerintah/loan dari luar negeri.
-Kreditur/Bank pada umumnya memberikan jaminan apabila pihak Pengembang dapat memberikan jaminan berupa Sertifikat Tanah dan bukan Girik.
-Pengembang kesulitan dalan pemecehan sertifikat ke atas nama Pembeli (yang sudah lunas ) karena Sertifikat Induk dijaminkan ke Baank.
- Hampir 90 % calon pembeli membeli rumah via KPR/Bank dan tidak cash. Sementara institusi “secondary morgate facility’ belum terbentuk. Sehingga Pemerintah kesulitan menyediakan dan subsidi rumah.
- Konsumen terlambat bayar dan membatalkan pembelian rumah ditengah jalan.
C.6. KONSUMEN PERUMAHAN/VILLA/KAVELING.
Komplain-komplain konsumen perumahan yang mengadukan permasalahannya ke Pengembang/REI/YLKI antara lain :
(a) Keterlambatan serah terima rumah.
(b) Pembangunan macet.
(c) Penambahan biaya.
(d) Keterlambatan penyerahan sertifikat rumah.
(e) Konsumen meminta pengembalian uang.
(f) Mutu bangunan.
(g) Pembatalan sepihak oleh pengembang/konsumen
(h) Keterlambatan PPJB dan AJB.
(i) Perbedaan ukuran tanah dan bangunan.
(j) Fasos dan fasum.
(k) Perizinan.
(l) Pengambilalihan rumah oleh pihak lain.
(m) Transaksi rumah fiktif.
(n) Tanah bermasalah/sengketa.
(o) Pemindaan kaveling secara sepihak.
(p) Sistim keamanan
(q) Pembangunan yang dikerjakan tidak sesuai dengan yang diiklankan.
(r) Konsumen telah lunas tetapi bukti kepemilikan/sertifikat belum diserahkan.
(s) Krisis moneter dijadikan alasan keterlambatan penyelesaian pembangunan.
(t) Pengikatan jual beli rumah dibuat secara sepihak/ berdasarkan subjektifitas pengembang.
(u) Pindah Kav/Vila/Rumah yang sudah dipesan konsumen
(v) Renovasi oleh konsumen / menyimpangi spesifikasi bangunan di SPJB.
D. KEBIJAKAN DARI PENGEMBANG/DEVELOPER PERUMAHAN.
D.1. PEDOMAN PEMBUATAN “LEGAL DRAFT”SURAT PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI KAVELING/VILLA/RUMAHBERDASARKAN UU NO.4 TAHUN 1992 PERIHAL “PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN”JUNCTO SK MENPERA RI NO 09/KPTS/M/1995 TERTANGGAL 23 MEI 1995 PERIHAL PEDOMAN SURAT PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH JOPERATURAN PEMERINTAH RI No. 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI.
I. Surat Pesanan Pembelian Villa./STP
- Lampiran : Skedula Cara Pembayaran Villa
II. Perjanjian Pengikatan Jual Beli Villa
Posting Komentar